Monday 20 October 2025 - 05:40
Makna Akal dalam Al-Qur'an

Hawzah/ Dalam Al-Qur'an, "ta'aqqul" (berfikir) bermakna pemahaman yang disertai dengan fitrah yang sehat, bukan sekadar pikiran yang tunduk pada insting. Akal adalah sebuah kekuatan Ilahi, untuk mengenal kebenaran dan beramal saleh, bukan hanya sekadar kemampuan membedakan baik dan buruk dalam urusan duniawi.

Dilansir dari Kantor Berita Hawzah, Mendiang Almarhum Allamah Thabathaba'i, penulis tafsir agung Al-Mizan, dalam menafsirkan sebagian ayat 228 - 242 Surah Al-Baqarah, Beliau mengangkat sebuah materi yang berjudulkan "Makna Ta'aqqul dalam Al-Qur'an al-Karim". Yang akan kami haturkan ulasan ini kepada kalian para cendekiawan.

Dalam Al-Qur'an, yang dimaksud dengan "ta'aqqul" adalah pemahaman yang disertai dengan fitrah yang sehat, bukan pemikiran yang berada di bawah pengaruh insting dan keinginan-keinginan nafsani (hawa nafsu).

Allah 'Azza wa Jalla juga menyampaikan firman-Nya berdasarkan pengertian ini, dan mendefinisikan akal sebagai sebuah kekuatan yang digunakan manusia dalam urusan agamanya. Dan dengan perantaraannya (akal itu), [manusia] dapat menemukan dan menempuh jalan menuju hakikat makrifat, serta amal-amal shaleh.

Oleh karena itu, jika akal manusia tidak berada pada jalur semestinya, dan ruang lingkup pengetahuannya juga hanya terbatas pada empat dinding kebaikan dan keburukan duniawi semata, maka itu tidak lagi layak untuk disebut sebagai "akal".

Sebagaimana Al-Qur'an al-Karim mengisahkan tentang manusia-manusia seperti ini yang pada hari Kiamat berkata:

«وَقَالُوا لَوْ کُنَّا نَسْمَعُ أَوْ نَعْقِلُ مَا کُنَّا فِی أَصْحَابِ السَّعِیرِ»

"Dan mereka berkata:"Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala." (QS. Al-Mulk: 10)

Dan Allah SWT juga berfirman:

«أَفَلَمْ یَسِیرُوا فِی الْأَرْضِ فَتَکُونَ لَهُمْ قُلُوبٌ یَعْقِلُونَ بِهَا أَوْ آذَانٌ یَسْمَعُونَ بِهَا فَإِنَّهَا لَا تَعْمَی الْأَبْصَارُ وَلَٰکِنْ تَعْمَی الْقُلُوبُ الَّتِی فِی الصُّدُورِ»

"maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada." (QS. Al-Hajj: 46).

Dengan demikian, ayat-ayat yang telah kita bahas tersebut—seperti yang dapat diamati—menggunakan kata 'عقل' (berfikir) untuk ilmu yang dicapai manusia atas upayanya sendiri tanpa bantuan orang lain, dan menggunakan kata 'سمع' (pendengaran) untuk ilmu yang diperoleh manusia dengan bantuan orang lain.

Tentu saja, dengan disertai kesehatan fitrah pada kedua cara tersebut. Karena Allah berfirman bahwa " 'aql" yang dimaksud adalah akal yang disertai dengan hati yang tercerahkan, bukan hati yang buta.Dan Allah SWT juga berfirman:

«وَمَنْ یَرْغَبُ عَنْ مِلَّةِ إِبْرَاهِیمَ إِلَّا مَنْ سَفِهَ نَفْسَهُ»

"Dan tidak ada yang benci kepada agama Ibrahim, melainkan orang yang memperbodoh dirinya sendiri" (QS. Al-Baqarah: 130). Yang berarti: "Siapakah yang akan berpaling dari millah Ibrahim yang merupakan agama fitrah, kecuali orang yang telah menjadikan dirinya sendiri bodoh dan picik?"

Kami telah menyebutkan sebelumnya bahwa ayat yang mulia ini berfungsi sebagai kontraposisi logis untuk sebuah hadis yang menyatakan:

«العقل ما عبد به الرحمن»

"Akal adalah sesuatu yang dengannya Ar-Rahman (Allah SWT) disembah."

Dari semua penjelasan yang telah kami sampaikan sampai ini, menjadi jelaslah makna bahwa yang dimaksud dengan akal dalam firman Allah SWT adalah pengetahuan yang diperoleh manusia dengan disertai kesehatan fitrah.

Dan di sinilah makna firman Allah SWT:

«کَذَٰلِکَ یُبَیِّنُ اللَّهُ لَکُمْ آیَاتِهِ لَعَلَّکُمْ تَعْقِلُونَ»

"Demikianlah Allah menerangkan kepadamu ayat-ayat-Nya (hukum-hukum-Nya) supaya kamu memahaminya." (QS. Al-Baqarah: 242).

Hal itu menjadi sangat jelas, karena dalam kalimat ini, penjelasan Allah SWT merupakan mukadimah bagi kesempurnaan ilmu (tamāmiyyat-i 'ilm), dan kesempurnaan ilmu itu sendiri merupakan mukadimah dan sebuah sarana untuk (penerapan) berfikir yang benar.

Sebagaimana dalam ayat lain Allah juga berfirman:

«وَتِلْکَ الْأَمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ وَمَا یَعْقِلُهَا إِلَّا الْعَالِمُونَ»

"Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang berilmu." (QS. Al-'Ankabut: 43)

*Sumber: Tafsir Al-Mizan; jilid 2, halaman 3

Tags

Your Comment

You are replying to: .
captcha